UPDATE BERITA
Kamis, 04 Oktober 2012
TETESAN AIR MATA(ALONG-ZUL)
Ada 3 mantan pemain Arema yang membela Persib Bandung, mereka adalah Zulkifli, Noh Alamshah, Dan Marcio Souza. Namun ketiganya mendapatkan perlakukan berbeda dari 20ribu suporter yang memadati stadion Kanjuruhan Malang.
Sambutan bernada buuuuuuu langsung ditunjukkan ke awak Persib Bandung, terutama kepada pemain yang merupakan mantan Arema. Namun itu cuma sebentar, karena ribuan Aremania langsung bernyanyi untuk mendukung Arema yang ketika itu masih melakukan pemanasan di lapangan bagian utara.
Spanduk-spanduk sebagai penjatuhan mental terbentang di seluruh penjuru stadion Kanjuruhan. Termasuk tulisan yang menurut kami sangat menarik, "Pengkhianat - Siapa Yang Berkhianat Akan Berjalan Sendiri". Termasuk juga tulisan yang agak keras di tribun utara "Go To Hell Marcio-Along, Sampah"
Dari ketiga pemain, Marcio dan Zulkifli oleh Robby dimainkan sebagai starting line up. Sementara itu, mantan kapten Arema Noh Alamshah diberi tempat di bench. Tidak ada yang salah karena kami berpikiran positif bahwa itu bagian strategi dimana Persib selalu kalah di tiga pertandingan terakhir.
Namun ketika Aremania menyanyikan lagu-lagu penyemangat sebelum laga, Noh Alamshah yang melakukan pemanasan sendiri bersama pemain cadangan lain menitikkan air mata. Tak ingin dilihat oleh awak media, dia segera membasuh mukanya dengan Aqua supaya tidak kelihatan.
Dari sini kami mendapatkan keyakinan jika Noh Alamshah pasti tidak main, sama statusnya ketika Arif Suyono dulu yang membela Sriwijaya yang tidak pernah bermain melawan Arema di kandang Arema. Dan WEAREMANIA pun beramsusi demikian.
Di awal babak itu pula, di tribun utara, bendera Aremania yang sempat eksis di putaran pertama yang bergambar Marcio Souza dibakar. Pun pula dengan jersey Arema yang bertuliskan Marcio. Nampaknya Aremania kesal terhadap gaya main Marcio yang terlihat mencari gara-gara.
Kejadian yang membuat haru adalah akhir pertandingan. 5 menit sebelum bubar, "Terima kasih terima kasih.... Nooohhh Alam Shaaah..atas jasamu, juara liga" dan "Terima kasih terima kasih... Zulkifli Syukur". Chant itu diteriakkan berulang-ulang oleh suporter yang membuat Along langsung meneteskan air mata di bangku cadangan. Tentu ini menjadi sebuah kemakluman karena Along dan Zulkifli termasuk skuad juara Arema yang kondisinya sekarang banyak yang lain klub.
Usai pertandingan dengan penuh haru Along dan Zulkifli mampir ke tempat suporter yang bernyanyi meneriakkan namanya. Zulkifli dan Along pun kompak menangis. Mereka dipeluk, dimintai foto, dimintai jersey oleh Aremania. Bahkan keduanya tidak sempat berkomentar apapun mengingat sisi emosional yang begitu dalam antara pemain dan suporter.
Sementara itu, Marcio langsung menuju ke ruang ganti usai pertandingan. Topskor Arema di Indonesia Super Liga itu seolah tidak punya ikatan apapun dengan Aremania. Karena itu pula, dia juga mendapatkan perlakuan berbeda di luar 90 menit.
You Are Legends Boys
Wearemania.net
Selasa, 02 Oktober 2012
AREMANIA PEMAIN KE12
AREMANIA
Fhilosophy Pemain Ke-12
Adalah atraksi yang kami
Tampilkan saat punggawa"
Kami berlaga..
Adalah Kreatifitas yang kami tunjukan
Saat punggawa"
Kami berjuang..
Tidak terlalu besar
Juga tidak terlalu megah..
Karena kami hanya punya modal
Yang sama..
SEMANGAT SATU JIWA
SEMANGAT MENDUKUNG SATU KEBANGGAAN..
Kawan akan gentar dengan
Uforia ini
Lawan akan kecut nyali
Dengan teriakan, jeritan juga nyanyian kami..
Kamilah pemain ke-12 itu..
Kamilah pemain yang paling disegani lawan" kami..
Tak peduli musuhmu besar ataupun banyak..
Akan kami benam dengan semangat yang mengalir dalam jiwa kami...
Maka filosophy ini akan kami bawa sampai mati..
Sampai ke anak cucu kami..
Pemain ke-12 AREMANIA TAK AKAN MATI
Sampai Arema berdiri di puncak tertinggi..
Meraih prestasi menggenggam kemenangan..
PASTI..!
Fhilosophy Pemain Ke-12
Adalah atraksi yang kami
Tampilkan saat punggawa"
Kami berlaga..
Adalah Kreatifitas yang kami tunjukan
Saat punggawa"
Kami berjuang..
Tidak terlalu besar
Juga tidak terlalu megah..
Karena kami hanya punya modal
Yang sama..
SEMANGAT SATU JIWA
SEMANGAT MENDUKUNG SATU KEBANGGAAN..
Kawan akan gentar dengan
Uforia ini
Lawan akan kecut nyali
Dengan teriakan, jeritan juga nyanyian kami..
Kamilah pemain ke-12 itu..
Kamilah pemain yang paling disegani lawan" kami..
Tak peduli musuhmu besar ataupun banyak..
Akan kami benam dengan semangat yang mengalir dalam jiwa kami...
Maka filosophy ini akan kami bawa sampai mati..
Sampai ke anak cucu kami..
Pemain ke-12 AREMANIA TAK AKAN MATI
Sampai Arema berdiri di puncak tertinggi..
Meraih prestasi menggenggam kemenangan..
PASTI..!
MAKSUD DARI SLOGAN DABORIBO
Aremania merupakan salah satu supporter sepak bola yang selalu
mengumandangkan salam perdamaian, selalu menyampaikan pesan perdamaian,
always menyebarkan virus perdamaian kepada semua supporter sepak bolyang
lain. Aremania tidak suka dengan permusuhan, aremania lebih senang
dengan suasana damai, karena dengan begitu hakekat adanya supporter
sepak bola sebagai pendukung tim sepak bola akan betul betul dalam
koridor yang benar, yaitu selalu mendukung dan mensupport tim sepak
bola. Supprter itu didirikan dan ada memang
untuk mendukung, sesuai dengan arti kata supporter yaitu sebagai
pendukung, jadi kalau apabila supporter itu kerjaanya adalah membikin
kerusuhan, melakukan tindakan kriminalitas seperti yang sering kita
lihat pada hakekatnya mereka itu bukan supporter, akan tetapi penjahat
yang berbaju suporrter. Oleh karena itu, aremania selalu terdepan jika
menyampaikan pesan perdamaian.
Kembali muncul sebuah ungkapan baru dari kelompok supporter Aremania yakni DABORIBO yang artinya Damai Boleh Ribut pun Boleh,kata tersebut muncul pertama kali dari salah satu group band lokal asal Malang yang bernama D’Kross Arema, di dalam lantunan lagu tersebut ada sisipan kata tersebut, yang menandakan bahwa Aremania siap di ajak Damai namun tak akan menolak jika di ajak ribut.
Slogan Daboribo (Damai Boleh Ributpun Boleh) yang selalu diusung oleh aremania dalam mengiringi pesan perdamaian yang ada. Sedangkan bagaimana dan apa sih maksud dari Daboribo itu sendiri?
Seperti dari bentuk kepanjangan dari Daboribo itu sendiri, ada kata damai boleh. Dalam hal ini aremania selalu terbuka untuk mendapatkan tawaran damai dari kelompok supporter lain, dan juga aremania akan selalu aktif untuk menawarkan perdamaian dengan kelompok supporter lain yang mungkin bisa diajak damai. Karena kalo memang tidak bisa diajak damai ngapain.
Akan tetapi aremania bukanlah supporter yang cemen, yang bermental bencong, yang cuman berani main belakang. Apabila ada kelompok supporter lain yang mengajak ribut, aremania tidak bakal lari. Aremania akan melawan, karena selain pentingnya perdamaian itu sendiri, harga diri adalah mutlak, tidak bisa ditawar-tawar. Jiwa singa dalam tubuh aremanialah yang akan keluar jika ada musuh yang kurang ajar. Musuh yang kurang ajar akan dihajar oleh aremania. Tapi sekali lagi, aremania tidak mau dan tidak suka permusuhan. Hal ini dilakukan tentu jika salam dan pesan perdamaian sudah disampaikan tapi tidak dibalas, baru pertempuran akan selalu dilayani oleh aremania.
Ayas seringkali melihat ungkapan kata-kata tersebut menjadi polemik bagi pendukung lain, seakan-akan mencari permusuhan dengan ungkapan yang “sedikit” mengandung kata-kata nakal, dan Ribut pun Boleh. yang memang sebenarnya siapa yang akan mengajak ribut kalian jika memang tidak ada kesalahan. Masih segar dalam ingatan kita dengan kasus aremania vs Viking. Nuansa permusuhan kembali muncul dan cenderung semakin parah jika tidak segera di klarifikasi, yakni hubungan antara Aremania dan Viking Bandung tersebut.
Aremania semakin membenci mereka”Viking” karena ulah beberapa oknum dari Viking yang kala itu melakukan lemparan kepada Aremania kala mendukung Arema Indonesia di Jakarta, lemparan terjadi di daerah Cikampek, dan korban pun telah ada, seorang Aremania dari Malang Selatan(tepatnya dari Kecamatan Sumber Pucung) ia menjadi korban akibat ulah tidak simpatik tersebut, Aremania seolah terus menganggap hal itu adalah awal dari semuanya. Namun apa artinya Damai? yang terkandung dalam Kata DABORIBO? tidak bisakan kalian melupakan itu? sudahlah akhiri segera dendam itu, sebelum ini berlanjut lebih tragis lagi.
Segala sesuatu juga tergantung masing2 individu nawak2 aremania. Atas kejadian di Cikampek kalau bisa jangan sampai terjadi lagi, cukup dengan satu korban, jangan ada korban2 lainnya.
Kembali muncul sebuah ungkapan baru dari kelompok supporter Aremania yakni DABORIBO yang artinya Damai Boleh Ribut pun Boleh,kata tersebut muncul pertama kali dari salah satu group band lokal asal Malang yang bernama D’Kross Arema, di dalam lantunan lagu tersebut ada sisipan kata tersebut, yang menandakan bahwa Aremania siap di ajak Damai namun tak akan menolak jika di ajak ribut.
Slogan Daboribo (Damai Boleh Ributpun Boleh) yang selalu diusung oleh aremania dalam mengiringi pesan perdamaian yang ada. Sedangkan bagaimana dan apa sih maksud dari Daboribo itu sendiri?
Seperti dari bentuk kepanjangan dari Daboribo itu sendiri, ada kata damai boleh. Dalam hal ini aremania selalu terbuka untuk mendapatkan tawaran damai dari kelompok supporter lain, dan juga aremania akan selalu aktif untuk menawarkan perdamaian dengan kelompok supporter lain yang mungkin bisa diajak damai. Karena kalo memang tidak bisa diajak damai ngapain.
Akan tetapi aremania bukanlah supporter yang cemen, yang bermental bencong, yang cuman berani main belakang. Apabila ada kelompok supporter lain yang mengajak ribut, aremania tidak bakal lari. Aremania akan melawan, karena selain pentingnya perdamaian itu sendiri, harga diri adalah mutlak, tidak bisa ditawar-tawar. Jiwa singa dalam tubuh aremanialah yang akan keluar jika ada musuh yang kurang ajar. Musuh yang kurang ajar akan dihajar oleh aremania. Tapi sekali lagi, aremania tidak mau dan tidak suka permusuhan. Hal ini dilakukan tentu jika salam dan pesan perdamaian sudah disampaikan tapi tidak dibalas, baru pertempuran akan selalu dilayani oleh aremania.
Ayas seringkali melihat ungkapan kata-kata tersebut menjadi polemik bagi pendukung lain, seakan-akan mencari permusuhan dengan ungkapan yang “sedikit” mengandung kata-kata nakal, dan Ribut pun Boleh. yang memang sebenarnya siapa yang akan mengajak ribut kalian jika memang tidak ada kesalahan. Masih segar dalam ingatan kita dengan kasus aremania vs Viking. Nuansa permusuhan kembali muncul dan cenderung semakin parah jika tidak segera di klarifikasi, yakni hubungan antara Aremania dan Viking Bandung tersebut.
Aremania semakin membenci mereka”Viking” karena ulah beberapa oknum dari Viking yang kala itu melakukan lemparan kepada Aremania kala mendukung Arema Indonesia di Jakarta, lemparan terjadi di daerah Cikampek, dan korban pun telah ada, seorang Aremania dari Malang Selatan(tepatnya dari Kecamatan Sumber Pucung) ia menjadi korban akibat ulah tidak simpatik tersebut, Aremania seolah terus menganggap hal itu adalah awal dari semuanya. Namun apa artinya Damai? yang terkandung dalam Kata DABORIBO? tidak bisakan kalian melupakan itu? sudahlah akhiri segera dendam itu, sebelum ini berlanjut lebih tragis lagi.
Segala sesuatu juga tergantung masing2 individu nawak2 aremania. Atas kejadian di Cikampek kalau bisa jangan sampai terjadi lagi, cukup dengan satu korban, jangan ada korban2 lainnya.
Arema tidak kemana mana tapi ada dimana mana
Arema tidak kemana mana tapi ada dimana
mana” ini secara mendalam, ayas jadi membayangkan bahwa Arema ini adalah
seseorang dengan kesaktian yang tinggi. Ibarat dia adalah seorang
pendekar dengan ilmu “Aji Rogo Sukmo”. Ilmu
ini adalah ilmu dimana seseorang yang bisa memisahkan antara raga dan
sukmanya (jiwa), sehingga kala dia menjalankan ilmunya tersebut, meski
raganya diam dirumah, tapi jiwanya akan bisa kemana-mana semau dia.
Sakti kan?Nggak sombong seh, ayas cerita karena ayas duwe ilmu iki.
Hehehehehe
Dan seperti Arema sekarang ini, Arema meski tetap dan tidak akan pergi dari kota Malang akan tetapi yang namanya arema itu telah tersebar di seluruh antero penjuru dunia. Dan mereka tetap bangga dengan Arema-nya itu, sehingga jelas terbukti bahwa Arema tetap di Malang, akan tetapi yang namanya Arema itu juga ada dimana mana.
Seperti yang telah ayas jlentrekkan dalam posting ayas sebelumnya yang berjudul Fenomena Pemakaian Nama “Arema” yang membahas tentang nama Arema itu sendiri. Ada pula bukti lain bahwa memang Arema itu ada dimana mana yaitu kala Arema sedang bertanding, dimanapun tempatnya selalu always akan terdapat yang namanya Aremania itu selalu hadir menonton langsung kecuali tidak mendapat ijin dari pihak tuan rumah. Akan tetapi meski tidak mendapat ijinpun, yang namanya Aremania akan tetap selalu hadir disitu dengan tidak menggunakan kostum kebesaran Aremania warna biru.
Contoh
saja, di bhumi Borneo ada salah satu kota yang tidak mengijinkan
Aremania mendampingi Arema kala maen, Samarinda dengan Persisamnya.
Entah dengan alasan apa mereka sampai saat ini masih belum ada kejelasan
tentang pelarangan Aremania mendampingi Arema bila musuh Persisam,
karena Aremania tidak pernah rusuh disana, Aremania juga selalu terbuka
untuk berdamai dengan mereka, tapi tetap saja Aremania dilarang menonton
langsung di stadion. Tapi ayas gak peduli dengan hal itu meski dalam
hati ayas sudah barang tentu menthol, karena siapa sih yang nggak mau
datang dengan mengunakan kostum kaos Aremania Balikpapan beserta
asesoris kami bila Arema maen?
Lebih joss lagi saat Arema berlaga dalam Liga Champion Asia di Jepang, Korea dan Cina pun Aremania ada dan hadir disana untuk secara langsung memberikan dukungan kepada skuad Arema. Sungguh suatu hal yang sekali lagi sangat membanggakan ayas sebagai salah satu Aremania yang ada. Bangga karena loyalitas Aremania yang tanpa batas ini ternyata betul adanya.
Contoh lain saja, ayas kenal seorang Aremania yang bekerja di luar negeri. Sam Harie Pandiono namanya, yang saat digelarnya ajang piala dunia tahun 2010 waktu itu sam Harie dengan nekadnya mengibarkan bendera Arema yang lebarnya 30×40 meter, sehingga sempat berurusan dengan pihak berwajib. Tapi demi Arema hal itu bukanlah masalah bagi sam Harie.
Ada rasa kebanggan pada ayas yang muncul lagi, sekali lagi slogan ini oleh berbagi kelompok supporter lain ditiru dan diemplok mentah2(opo maneh seng jenenge tonggo sebelah, mekso pokok’e). Hal ini seperti pada lagu yang populer dinyanyikan oleh kelompok band supporter asal Malang D’Kross dengan syairnya yang berbunyi:
“Satukan tekadmu, kobarkan semangatmu Aremania slalu mendukungmu
Kami ini Aremania,kami slalu dukung Arema
Dimanapun berlaga, kami selalu ada
Karna kami Aremania
dst………” (wes podho ngerti kan? ndang nyanyi kono! Hahahaha……..)
Dan oleh kelompok suporter lain juga dinyanyikan dengan disesuaikan dengan nama kelompok suporter masing2.
Dengan kejadian ini, bukannya kita sakit hati karena apa yang Aremania punya dan populerkan dicaplok oleh orang lain. Tapi aremania terbukti menjadi lebih di depan dibanding dengan yang lain.
Sedilut tak nyanyi maneh yoooo……
“Satukan tekadmu, kobarkan semangatmu Aremania slalu mendukungmu
Kami ini Aremania,kami slalu dukung Arema
Dimanapun berlaga, kami selalu ada
Karna kami Aremaniaaaaaaa……..
Yoooooo ayoooooooo kita dukung Aremaaaaa
Yoooooo ayoooooooo singo edan berlaga
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh
Singaku harus maju, bunuh saja lawanmu
reff;
Kami ini Aremania,kami slalu dukung Arema
Dimanapun berlaga, kami selalu ada
Karna kami Aremaniaaaaaaa……..4x
Dan seperti Arema sekarang ini, Arema meski tetap dan tidak akan pergi dari kota Malang akan tetapi yang namanya arema itu telah tersebar di seluruh antero penjuru dunia. Dan mereka tetap bangga dengan Arema-nya itu, sehingga jelas terbukti bahwa Arema tetap di Malang, akan tetapi yang namanya Arema itu juga ada dimana mana.
Seperti yang telah ayas jlentrekkan dalam posting ayas sebelumnya yang berjudul Fenomena Pemakaian Nama “Arema” yang membahas tentang nama Arema itu sendiri. Ada pula bukti lain bahwa memang Arema itu ada dimana mana yaitu kala Arema sedang bertanding, dimanapun tempatnya selalu always akan terdapat yang namanya Aremania itu selalu hadir menonton langsung kecuali tidak mendapat ijin dari pihak tuan rumah. Akan tetapi meski tidak mendapat ijinpun, yang namanya Aremania akan tetap selalu hadir disitu dengan tidak menggunakan kostum kebesaran Aremania warna biru.

Lebih joss lagi saat Arema berlaga dalam Liga Champion Asia di Jepang, Korea dan Cina pun Aremania ada dan hadir disana untuk secara langsung memberikan dukungan kepada skuad Arema. Sungguh suatu hal yang sekali lagi sangat membanggakan ayas sebagai salah satu Aremania yang ada. Bangga karena loyalitas Aremania yang tanpa batas ini ternyata betul adanya.
Contoh lain saja, ayas kenal seorang Aremania yang bekerja di luar negeri. Sam Harie Pandiono namanya, yang saat digelarnya ajang piala dunia tahun 2010 waktu itu sam Harie dengan nekadnya mengibarkan bendera Arema yang lebarnya 30×40 meter, sehingga sempat berurusan dengan pihak berwajib. Tapi demi Arema hal itu bukanlah masalah bagi sam Harie.
Ada rasa kebanggan pada ayas yang muncul lagi, sekali lagi slogan ini oleh berbagi kelompok supporter lain ditiru dan diemplok mentah2(opo maneh seng jenenge tonggo sebelah, mekso pokok’e). Hal ini seperti pada lagu yang populer dinyanyikan oleh kelompok band supporter asal Malang D’Kross dengan syairnya yang berbunyi:
“Satukan tekadmu, kobarkan semangatmu Aremania slalu mendukungmu
Kami ini Aremania,kami slalu dukung Arema
Dimanapun berlaga, kami selalu ada
Karna kami Aremania
dst………” (wes podho ngerti kan? ndang nyanyi kono! Hahahaha……..)
Dan oleh kelompok suporter lain juga dinyanyikan dengan disesuaikan dengan nama kelompok suporter masing2.
Dengan kejadian ini, bukannya kita sakit hati karena apa yang Aremania punya dan populerkan dicaplok oleh orang lain. Tapi aremania terbukti menjadi lebih di depan dibanding dengan yang lain.
Sedilut tak nyanyi maneh yoooo……
“Satukan tekadmu, kobarkan semangatmu Aremania slalu mendukungmu
Kami ini Aremania,kami slalu dukung Arema
Dimanapun berlaga, kami selalu ada
Karna kami Aremaniaaaaaaa……..
Yoooooo ayoooooooo kita dukung Aremaaaaa
Yoooooo ayoooooooo singo edan berlaga
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh
Singaku harus maju, bunuh saja lawanmu
reff;
Kami ini Aremania,kami slalu dukung Arema
Dimanapun berlaga, kami selalu ada
Karna kami Aremaniaaaaaaa……..4x
MAKNA SALAM SATU JIWA
MALAS UTAS AWIJ
Salam ini selalu Aremania teriakkan. Salam inilah yang menjadi pemersatu seluruh Aremania yang terdiri dari berbagai lapisan dan karakter masyarakat yang juga berasal dari berbagai daerah dan suku, agama, ras dan adat (wes pokok lengkap tak sebutno kabeh SARA iku). Akan tetapi meski nawak2 selalu menyampaikan salam ini (termasuk ayas seng mesti nulis Salam Satoe Jiwa dibawah posting ayas), kadang juga nawak2 masih belum begitu mengerti tentang apa sih arti dan makna yang terkandung dalam Salam Satoe Jiwa itu sendiri. Untuk itu kali ini ayas sedikit mengulas tentang “Salam Satoe Jiwa”.
Dari sumber yang ayas dapat dari sebuah blog, ayas sedikit mendapat referensi. Yo mohon nanti nawak2 yang telah membaca posting ini, apabila ada pendapat lain, bisa turut menyampaikan pendapatnya dalam kolom komentar di bawah posting ini. matur tengkyu.
Ok, ayas mulai…….(Sori, sejarah awal ungkapan iki aq ga ruh). Sing sak ngertiku, iki merupakan SALAM PERSATUAN dalam suporter klub balbalan arema, aremania. Lha, seiring berjalannya waktu, keberadaan Arema ternyata bisa menyatukan berbagai macam latar belakang, etnik, budaya/tradisi tiap2 daerah/wilayah yang berada di kawasan Malang Raya. Mungkin masih ada yang ingat, jaman dahulu (sebelum adanya Arema) situasi dan kondisi kota malang (Malang raya), sangat2 berpotensi akan adanya tawuran. Tiap daerah punya julukan/nama sendiri2. Misal : ARPOL = Arek Polehan, ARSAM = Arek Samaan, dll. (tp mbuh sing ARGOBEL = Arek Golek Beling ==> mbuh iki termasuk opo ora). Seringkali, beberapa kawasan iki sering terlibat tawuran, sing penyebabe macem2. Ono sing diarani narget, masalah kodew, dll….
Lha, terus tahun 1987, arema lahir. Tibaknya dan ternyata…..arek2 sing senengane tawuran iku maeng kok yo seneng balbalan kabeh. Akhire arek2 tiap kawasan iki sering nontok balbalan nang stadion. Suwe2 sing nontok balbalan akeh. penontone tekan daerah di kawasan malang raya, juga daerah2 sing rawan tawuran maeng. Sehubungan sama2 suka balbalan/nontok balbalan, suwe2 lali karo jenenge tawuran/gelut antar daerah. tapi malah dadi bolo dan akrab antara satu dengan yang lain, dan kemudian muncul istilah nama suporter AREMANIA. (=mungkin juga= disebabkan karakter permainan arema yang keras, lugas, tak kenal kompromi menjadi salah satu faktornya ciri khasnya)
Nah, dari sini mereka mulai merasakan suatu “rasa” memiliki terhadap klub berlogo kepala singa ini (yg kebetulan lahir di malang pada bulan agustus ==> bila dikaitkan dengan sistem astrologi china, tgl dan bulan kelahiran arema masuk di shio SINGA==> itu sebabnya logo arema berkepala singa). Nah, karena “rasa” memiliki dan punya semangat yang sama dalam mendukung tim arema maka muncullah istilah SALAM SATU JIWA, yang bisa diartikan sebagai salam penyatuan lintas daerah/lintas generasi yang berada/berasal di kawasan malang raya untuk mendukung tim singo edan, arema. karena itu pula ungkapan SALAM SATU JIWA ini pun sangat manjur ketika arema bertanding….tatkala didukung ribuan aremania yang menyaksikan pertandingannya di stadion. mereka tidak lagi terkotak2 dalam wilayahnya masing2, tapi mereka SATU dan punya SATU semangat untuk mendukung arema. Lama-lama tiap wilayah/daerah punya ciri khas sendiri2 dalam mendukung arema. Sebab itu muncul istilah KORWIL (Koordinator Wilayah). Tidak jarang, tiap korwil punya kaos arema/aremania sendiri. Bisa dilihat beragamnya model dan jenis kaos arema yang tampak di stadion ketika arema bertanding.
Salam Satoe Jiwa bisa juga diartikan bahwa meski Aremania itu jutaan jumlahnya, akan tetapi mereka tetap satu, satu jiwa, jiwa Arema, jiwanya singa. Karena satu jiwa, maka apabila ada salah satu nawak Aremania sakit atau tersakiti, maka nawak2 Aremania yang lain secara otomatis akan juga merasa sakit atau tersakiti, sehingga rasa solidaritas antar nawak akan selalu terjaga, dan efek sampingya kekompakan Aremania akan selalu ada dimanapun Aremania berada.
Itulah sebabnya, dari keberagaman ciri/karakter menjadikan satu kesatuan dalam mendukung tim arema secara totalitas. Apapun, bagaimanapun, kapanpun, tetap satu….arema!
AREMA INDONESIA atau tidak sama sekali
Salam ini selalu Aremania teriakkan. Salam inilah yang menjadi pemersatu seluruh Aremania yang terdiri dari berbagai lapisan dan karakter masyarakat yang juga berasal dari berbagai daerah dan suku, agama, ras dan adat (wes pokok lengkap tak sebutno kabeh SARA iku). Akan tetapi meski nawak2 selalu menyampaikan salam ini (termasuk ayas seng mesti nulis Salam Satoe Jiwa dibawah posting ayas), kadang juga nawak2 masih belum begitu mengerti tentang apa sih arti dan makna yang terkandung dalam Salam Satoe Jiwa itu sendiri. Untuk itu kali ini ayas sedikit mengulas tentang “Salam Satoe Jiwa”.
Dari sumber yang ayas dapat dari sebuah blog, ayas sedikit mendapat referensi. Yo mohon nanti nawak2 yang telah membaca posting ini, apabila ada pendapat lain, bisa turut menyampaikan pendapatnya dalam kolom komentar di bawah posting ini. matur tengkyu.
Ok, ayas mulai…….(Sori, sejarah awal ungkapan iki aq ga ruh). Sing sak ngertiku, iki merupakan SALAM PERSATUAN dalam suporter klub balbalan arema, aremania. Lha, seiring berjalannya waktu, keberadaan Arema ternyata bisa menyatukan berbagai macam latar belakang, etnik, budaya/tradisi tiap2 daerah/wilayah yang berada di kawasan Malang Raya. Mungkin masih ada yang ingat, jaman dahulu (sebelum adanya Arema) situasi dan kondisi kota malang (Malang raya), sangat2 berpotensi akan adanya tawuran. Tiap daerah punya julukan/nama sendiri2. Misal : ARPOL = Arek Polehan, ARSAM = Arek Samaan, dll. (tp mbuh sing ARGOBEL = Arek Golek Beling ==> mbuh iki termasuk opo ora). Seringkali, beberapa kawasan iki sering terlibat tawuran, sing penyebabe macem2. Ono sing diarani narget, masalah kodew, dll….
Lha, terus tahun 1987, arema lahir. Tibaknya dan ternyata…..arek2 sing senengane tawuran iku maeng kok yo seneng balbalan kabeh. Akhire arek2 tiap kawasan iki sering nontok balbalan nang stadion. Suwe2 sing nontok balbalan akeh. penontone tekan daerah di kawasan malang raya, juga daerah2 sing rawan tawuran maeng. Sehubungan sama2 suka balbalan/nontok balbalan, suwe2 lali karo jenenge tawuran/gelut antar daerah. tapi malah dadi bolo dan akrab antara satu dengan yang lain, dan kemudian muncul istilah nama suporter AREMANIA. (=mungkin juga= disebabkan karakter permainan arema yang keras, lugas, tak kenal kompromi menjadi salah satu faktornya ciri khasnya)
Nah, dari sini mereka mulai merasakan suatu “rasa” memiliki terhadap klub berlogo kepala singa ini (yg kebetulan lahir di malang pada bulan agustus ==> bila dikaitkan dengan sistem astrologi china, tgl dan bulan kelahiran arema masuk di shio SINGA==> itu sebabnya logo arema berkepala singa). Nah, karena “rasa” memiliki dan punya semangat yang sama dalam mendukung tim arema maka muncullah istilah SALAM SATU JIWA, yang bisa diartikan sebagai salam penyatuan lintas daerah/lintas generasi yang berada/berasal di kawasan malang raya untuk mendukung tim singo edan, arema. karena itu pula ungkapan SALAM SATU JIWA ini pun sangat manjur ketika arema bertanding….tatkala didukung ribuan aremania yang menyaksikan pertandingannya di stadion. mereka tidak lagi terkotak2 dalam wilayahnya masing2, tapi mereka SATU dan punya SATU semangat untuk mendukung arema. Lama-lama tiap wilayah/daerah punya ciri khas sendiri2 dalam mendukung arema. Sebab itu muncul istilah KORWIL (Koordinator Wilayah). Tidak jarang, tiap korwil punya kaos arema/aremania sendiri. Bisa dilihat beragamnya model dan jenis kaos arema yang tampak di stadion ketika arema bertanding.
Salam Satoe Jiwa bisa juga diartikan bahwa meski Aremania itu jutaan jumlahnya, akan tetapi mereka tetap satu, satu jiwa, jiwa Arema, jiwanya singa. Karena satu jiwa, maka apabila ada salah satu nawak Aremania sakit atau tersakiti, maka nawak2 Aremania yang lain secara otomatis akan juga merasa sakit atau tersakiti, sehingga rasa solidaritas antar nawak akan selalu terjaga, dan efek sampingya kekompakan Aremania akan selalu ada dimanapun Aremania berada.
Itulah sebabnya, dari keberagaman ciri/karakter menjadikan satu kesatuan dalam mendukung tim arema secara totalitas. Apapun, bagaimanapun, kapanpun, tetap satu….arema!
AREMA INDONESIA atau tidak sama sekali
AKSI AREMANIA-TARIK PERHATIAN Al-Jazeera TV,jateng
Aksi Aremania dalam memberikan dukungan
selalu menarik perhatian banyak pihak, tak terkecuali bagi stasiun
televisi asal Timur Tengah, Al-Jazeera TV.Stasiun televisi yang berbasis
di Doha Qatar tersebut rencananya akan meliput atraksi Aremania pada
pertandingan Arema Indonesia melawan Persipura Jayapura (25/3) besok.
Rencana kedatangan pihak Al-Jazeera TV
tersebut diungkapkan oleh media officer Arema Indonesia, Sudarmaji.
“Insyaallah mereka datang dengan tiga crew, mereka datang karena
tertarik meliput kreativitas Aremania”, ungkapnya.
Sudarmaji berharap semakin dikenalnya
Aremania di mata internasional ini dapat memberi inspirasi bagi suporter
klub lain. “Ya kita berharap, hal tersebut mampu menjadi inspirasi bagi
suporter klub lain khususnya di Asia dan Timur Tengah”, ungkap pria
asal Banyuwangi tersebut.
Aremania sendiri bukan kali ini saja
mendapatkan perhatian dari dunia internasional, sebelumnya pendukung
fanatik tim Singo Edan ini menarik perhatian dunia karena terpilih
sebagai kandidat suporter terbaik dunia tahun 2012 versi situs
fansfoot.com. Pada pertandingan melawan Persipura
Drigen AREMANIA/NITA
YULI Sugianto atau Yuli Sumpil. Demikian lajang kelahiran 14 Juli
1976 ini biasa dipanggil rekan-rekannya sesama Aremania, pendukung
fanatik Arema Indonesia. Sumpil menunjukkan kampung tempat ia tinggal,
yakni di Jalan Sumpil Gang I, RT 3/RW 4 Kelurahan Purwantoro, Kecamatan
Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur.
Pemuda nyentrik dengan anting-anting di kedua kupingnya, topi yang tak lepas dari kepala, dan mengenakan kaus Aremania itulah ciri khasnya. Ia selalu semangat dalam membela klub berjuluk ‘Singo Edan’ itu.
Yuli mengawali kiprah sebagai Aremania sudah cukup lama, sejak kelas 5 SD. Ia selalu hadir di lapangan untuk mendukung klub kesayangannya waktu masih berkiprah di Galatama.
Yuli pun mengenang. Kendati tidak memiliki uang untuk membeli tiket, ia tetap berusaha menonton pertandingan secara langsung di Stadion Gajayana Kota Malang . Caranya, dengan ikut penonton dewasa yang bertiket agar bisa masuk di stadion. Menonton pertandingan sepak bola seperti itu dilakoninya hingga SMP.
Ketika usianya beranjak remaja, Yuli semakin berani dan bersemangat. Ia sering nekat meloncat truk agar sampai di kota tujuan tempat Arema berlaga. Dari sinilah, bersama kawan-kawannya yang nekat, kemudian muncul istilah ‘bondo nekat’ (bonek).
Laki-laki muda itu sudah menjadi suporter fanatik klub sepakbola Arema (Arek Malang). Yuli Sugianto adalah salah satu suporter paling populer di kalangan Aremania, sebutan bagi suporter Arema. Bersama suporter Persebaya (Persatuan Sepakbola Surabaya) yang disebut Bonek (bondho nekat/ modal nekat), Aremania terkenal sebagai suporter paling fanatik dalam sejarah sepakbola Indonesia.
Yuli berkisah sudah sejak anak-anak ia selalu berusaha melakukan apa saja demi menonton pertandingan Arema. Semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) misalnya, jika tak ingin terlambat datang ke stadion, ia harus membolos sekolah sore. Dan jika pertandingan berlangsung di luar kota, itu berarti ia harus siap sejak pagi, bersiap menunggu di pinggir jalan raya, dan siap melompat ke dalam bak truk atau mobil angkutan barang lain untuk menuju kota tujuan.
Sekarang Yuli adalah dirigen Aremania. Seorang dirigen, layaknya seorang konduktor dalam pertunjukan orkestra, adalah orang yang memimpin para suporter untuk menyanyi dan menari dalam sebuah pertandingan sepakbola. Seorang dirigen menentukan lagu mana yang harus dinyanyikan dan gerakan tubuh macam apa yang mesti dilakukan. Aremania punya dua dirigen. Selain Yuli juga ada Yosep, yang biasa dipanggil Kepet.
Di kalangan Aremania, dirigen dipilih dengan cara yang tidak terlalu rumit. Tidak ada pemungutan sura yang berlangsung dengan ketat. Seseorang dipilih menjadi dirigen karena penampilan fisiknya yang menarik (ceria, nyentrik, dll.), kemampuannya berkomunikasi dengan suporter lain, dan kemampuannya membangkitkan semangat suporter untuk terus memotivasi tim yang didukungnya. Oleh sejumlah suporter seorang dirigen ditunjuk dengan cara yang sulit dijelaskan, hampir kebetulan saja, sebelum sebuah pertandingan sepakbola dimainkan. Tetapi begitu seorang dirigen terpilih, jabatan itu akan disandangnya terus, tanpa batas waktu yang jelas, sampai ia mengundurkan diri atau kehilangan kemampuan untuk memimpin. Begitulah, tujuh tahun lalu dan Kepet terpilih begitu saja sebagai dirigen Aremania. Dan hanya kepada mereka berdualah 30 ribuan Aremania mau tunduk. “Mungkin saya dipilih karena berambut gondrong dan suka menari sambil memanjat pagar pembatas lapangan. Kalau Kepet mungkin karena ia punya banyak teman. Ia kan tinggal dekat stadion,” kata Yuli.
Di
Stadion Gajayana Malang, markas Arema, Yuli dan Kepet mesti berbagi
wilayah kekuasaan. Wilayah kekuasaan Yuli adalah tribun bagian timur,
tepat di bawah papan skor. Wilayah Kepet adalah tribun bagian selatan.
Sementara tribun VIP dibiarkan tanpa dirigen.
Pertandingan sepakbola biasanya dimulai jam 4 sore, tetapi para suporter sudah memadati stadion sejak 2 jam sebelumnya. Mereka memainkan genderang, terompet, menyanyi, menari dan menyulut kembang api dan petasan. Sebelum dirigen datang, atraksi-atraksi ini berlangsung sporadis, dalam kelompok-kelompok kecil, dan tidak kompak. Tetapi begitu mereka melihat kedatangan Yuli dan Kepet, secara otomatis semuanya akan bertepuk tangan dan bertempik-sorak seperti menyambut kedatangan presiden mereka. Yuli dan Kepet tersenyum, dan begitu mereka melambaikan tangan, ribuan suporter ini menjadi lebih tenang. Semua musik, lagu, dan tarian dihentikan. Yuli dan Kepet akan segera menaiki singgasana mereka, yaitu pagar besi pembatas lapangan setinggi 2 meter. Mereka mulai menjalankan tugasnya; sambil berdiri di atas pagar menghadap ke tribun penonton mereka menggerakkan tangan dan kaki, memiringkan dan memutar tubuhnya ke kiri, kanan, depan, dan belakang sebagai alat untuk memberi aba-aba. Ribuan penonton menjadi kompak dan memainkan musik, menyanyi, dan menari. Semuanya mengikuti aba-aba dan contoh gerakan yang dilakukan Yuli dan Kepet.
Sepuluh menit sebelum pertandingan dimulai, Yuli dan Kepet memberi aba-aba berhenti. Kalau mereka sudah menaikkan tangan kanan ke atas, itu artinya tarian akan berhenti dan para suporter akan segera menyanyikan lagu Padamu Negeri.[1] Para pemain memasuki lapangan, wasit meniup peluit, pertandingan segera dimulai, tarian dan lagu dimainkan kembali. Karena atraksi-atraksinya yang menarik, Arema pernah memenangi penghargaan suporter terbaik dari Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).
Satu-satunya kelompok suporter besar yang tetap tinggal “liar” adalah Aremania. Klub dan Pemda tidak memberi bantuan dana atau berkeinginan membuat organisasi formal untuk suporter. Para suporter tetap membuat kelompoknya sendiri dengan keinginan mereka sendiri, kelompok-kelompok ini mereka sebut dengan Korwil (Koordinator Wiyalah). Di Malang sekarang ini sekurang-kurangnya ada 125 Korwil Aremania. Tiap Korwil punya seorang ketua yang hanya bertugas mengumpulkan suporter di wilayahnya menjelang Arema bertanding. “Tidak perlu organisasi-organisasian. Kalau ada organisasi itu repot, nanti malah diatur-atur, disuruh begini, disuruh begitu, bayar ini, bayar itu. Apalagi kalau sampai dikait-kaitkan sama partai politik segala,” kata Ponidi—dikenal sebagai Tembel—Ketua Korwil Stasiun. Meski tiap Korwil punya ciri khas sendiri, yang ditandai dengan bendera, spanduk, seragam, dan dandanannya, komando di stadion tetap ada di tangan dirigen. Hanya Yuli dan Kepet yang mampu mengatur dan menenangkan merea. “Pengurus klub atau walikota sekalipun tidak akan bisa ada artinya bagi suporter. Dia tak akan mampu mengatur 30 ribu orang. Tapi begitu Yuli atau Kepet yang ngomong, ya semuanya manut,” jelas Tembel.
Yuli adalah pemuda dari keluarga miskin yang tinggal di sebuah kampung di bagian timur Malang. Sebelum menjadi dirigen Aremania, sejak lulus dari sebuah Madarasah Aliyah, Yuli bekerja sebagai pencuci mikrolet—angkutan umum dalam kota. Ia biasa bekerja dari jam 4 sore hingga jam 12 malam, dari pekerjaannya, dalam sehari Yuli bisa memeroleh 10 ribu hingga 15 ribu rupiah.
Sejak menjadi dirigen, Yuli praktis berhenti bekerja. Menurutnya pilihan ini adalah saran orangtuanya yang tak tahan melihat Yuli menghabiskan hampir semua waktunya untuk mengurusi sepakbola, sepakbola, dan sepakbola. Ia kini menggantungkan hidupnya pada orangtuanya. Bapaknya, Asip, bekerja sebagai tukang kayu panggilan. Semenntara ibunya, Juwariyah, mendapatkan uang dengan menjual makanan rumahan bikinannya ke warung-warung di sekitar kampungnya. Yuli mengatakan setiap hari mendapat uang saku antara 500 hingga 2000 rupiah dari bapak atau ibunya. “Yul, ini ada sedikit uang untuk beli rokok,” kata Yuli menirukan ibunya.
Dalam kiprahnya sebagai seorang dirigen, sempat membuat seorang insan perfilman untuk mengangkatnya dalam sebuah film, yaitu The Conductors, film dokumenter karya Andi Bachtiar Yusuf.
The Conductors berusaha untuk mengungkap sisi lain dari Addie MS (Twilite Orchestra), AG Sudibyo (Paduan Suara Mahasiswa UI) dan Yuli “Sumpil” (Aremania), menampilkan kiat dan semangat dari anak manusia yang sangat mencintai profesinya tersebut. Film yang telah diputar pada ajang Jakarta International Film Festival (JiFFest) 2007 lalu tersebut merupakan karya dokumenter kedua pria yang lebih akrab dipanggil “Ucup” setelah The Jak (2007). Dan setelah premiere di Jakarta, akan diputar di Bandung, Malang, Semarang, Yogyakarta, Jember, Purwokerto, Pusan (Korea Selatan).
“Cita-cita saya, pagar besi pembatas tribun dengan lapangan nanti tidak perlu ada lagi. Jadi kita menonton sepakbola dengan enak, tidak ada perkelahian, tidak ada suporter yang mengganggu pemain. Saya juga ingin semua golongan bisa bersatu di sini. Kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, Cina atau bukan Cina, pejabat atau orang biasa, Islam atau Kristen, di sini semuanya bisa sama,”
Jika Liga sedang berjalan—yang berarti setiap minggu hampir selalu saja ada pertandingan sepakbola—Yuli harus menyisihkan sedikit jatah uang rokoknya agar bisa membeli tikat dan masuk stadion. Tetapi kalau kondisi keuangan keluarganya yang benar-benar sulit, Yuli kadang terpaksa menjual asesoris-asesoris suporternya untuk bisa membeli tiket. Tak jarang ia harus merelakan kaus atau syal kesayangannya dengan harga 10 hingga 20 ribu rupiah. “Sebenarnya sedih juga, karena barang-barang itu punya nilai sejarah bagi saya. Tapi saya akan lebih sedih lagi kalau tidak bisa masuk ke stadion dan menjadi dirigen bagi teman-teman,” katanya. Kadang-kadang Yuli juga membantu menjual tiket pertandingan. Beberapa hari sebelum pertandingan Yuli akan mengambil tiket di Mess Arema. Untuk tiap tiket seharga 10 ribu rupiah bisa dijualnya ia mendapat bagian 10 persen atau seribu rupiah. Agar bisa nonton pertandingan sekurang-kurangnya Yuli harus bisa menjual 10 tiket.
Seperti kebanyakan pemuda kota yang tinggal di kampung padat dan miskin, Yuli gemar sepakbola dan sering terlibat tawuran (perkelahian massal) antarkampung. “Buat saya dulu tawuran adalah bagian dari sepakbola. Sepakbola nggak ada tawuran seperti sepakbola banci,” kata Yuli. Ia kemudian bercerita, beberapa tahun lalu—sebelum menjadi dirigen—bersama 30 temannya ia datang ke Jakarta untuk melihat Arema bertanding. Ia berangkat dari rumah dengan sudah menyiapkan sebilah pedang. “Waktu itu, ini perlengkapan standar,” katanya. Di Jakarta ia terlibat bentrokan dengan kelompok Bonek di depan Stasiun Pasar Senen. Mula-mula hanya saling melempar batu, tapi kemudian menjadi saling kejar, memukul dengan potongan kayu atau besi, bahkan hingga sabetan pedang. “Yang saya ingat, keesokan harinya saya baca di koran ternyata ada 3 orang Bonek yang mati. Sementara kami semua selamat,” katanya.
Yuli kini ingin melupakan masa lalunya. Di ruang tamu rumahnya yang sempit, ia memasang fotonya ketika bersalaman dengan Ketua PSSI Agum Gumelar. Di foto itu, Yuli—berambut gondrong dan berkaus Arema warna biru—tampak tersenyum bangga. Katanya, “Saya diundang di acara pembukaan Liga Indonesia dan dikirimi tiket pesawat untuk hadir mewakili suporter”.
Karena tak bekerja, sehari-hari Yuli menghabiskan waktunya dengan nongkrong sja. Saya ingat waktu bertemu dengannya pertama kali tiga tahun lalu, ia tengah nongkrong di Salon Cimenk yang terletak beberapa ratus meter saja dari rumahnya. Didik, pemilik salon ini, adalah teman Yuli sesama Aremania. Untuk urusan dandanan Yuli mengaku memang sering dibantu Didik. Sekali mencat rambut ia cuma akan membayar 10 atau 20 ribu. Tapi Yuli lebih sering tak membayar, karena ia memang jarang punya cukup uang. Suatu ketika karena merasa sungkan dan terlalu sering tidak membayar, sebelum berangkat ke stadion Yuli pernah mencat saja rambut gondrongnya dengan cat kayu, warna biru. Jelasnya, “Agar mudah membersihkannya, saya lumuri dulu rambut saya dengan minyak goreng, setelah itu baru saya cat. Saya ingin selalu bisa menarik perhatian di lapangan.”[ad#kumpulblogger]
Yuli punya cukup banyak koleksi asesoris Aremania. Yuli punya macam-macam kaus Arema, dari kaus seperti yang dipakai para pemain—warna biru putih—sampai kaus-kaus bergambar kepala singa, lambang Arema, yang memang punya julukan sebagai tim Singo Edan (singa gila). Kebanyakan kaus macam ini bertuliskan “Kera Ngalam” atau “Ongis Nade”. Keduanya adalah bahasa slang Malang yang berarti “Arek Malang” dan “Singo Edan”.
“Saya biasanya pakai kaus Arema, tapi bawahannya bisa ganti-ganti, yang penting warna dan modelnya menyolok mata. Seorang teman suporter pernah memberi saya pakaian Skotlandia,” kata Yuli . Sebentar kemudian ia mengeluarkan lagi beberapa pakaian, dari yang berbahan kulit sintetis hingga kain sarung dan kain perca. Hampir semua pakaian ini dirancang sendiri oleh Yuli. Biasanya ia mendapat ide model-model pakaian baru setelah menonton pertandingan sepakbola Liga Italia atau Inggris di televisi.
Saya membuka-buka koleksi foto Yuli. Ia memberikan penjelasan detil untuk tiap foto yang saya lihat. Ketika saya sampai pada sebuh foto yang memerlihatkan sepasang lelaki dan perempuan berbaju pengantin, sementara di sekelilingnya adalah laki-laki dan perempuan yang semuanya berkaos biru Arema, Yuli menjelaskan bahwa itu adalah acara pernikahan seorang Aremania. Ia malah menceritakan tentang seorang Aremania lain yang naik haji ke Mekkah dengan membawa syal dan bendera Arema.
Yuli Sumpil, atraksimu dan kiprahmu sebagai dirigen bagi Aremania kala Arema bertanding akan selalu dinanti. Dirimu sebagai dirigen bagai seorang conductor dalam orkestra Aremania, orkestra yang menampilkan nyanyian, atraksi dan tarian Aremania.
Yuli Sumpil, dari sekian nyanyian seluruh Aremania yang kau pimpin selama ini, kami masih sering mendengar nyanyian yang bernada Rasis. Kami juga berharap dengan kepemimpinanmu di atas tribun akan bisa membawa nyanyian yang lebih sering hanya untuk mendukung skuad Arema yang sedang berjuang, dan tidak lebih sering menyanyikan tentang tetangga sebelah, biarlah mereka tetap J*****k, karena biar kita tidak menyebut mereka J*****k, mereka tetap J*****k juga. Oyi kan?
Biodata:
Nama lengkap : Yuli Sugianto
Nama lapangan: Yuli Sumpil
Tempat, tanggal lahir: Malang, 14 Juli 1976
Pendidikan: MA (SMA) Al-Amin Blimbing, Kota Malang
Ayah: Asip
Ibu: Djuariyah
Saudara: Anak ketujuh dari sembilan bersaudara
Keterlibatan di sepak bola:
- Menjadi suporter sejak kelas 5 SD
- Menjadi Dirijen Aremania sejak 1998-1999
Penghargaan :
- Terbaik film dokumenter The Conductors
- Mengantarkan Aremania menjadi The Best Supporter Piala Indonesia 2006
Sumber : mediaindonesia.com, aremastore.com
Artikel terkait:
1. Lucky Acub Zaenal
2. Ovan Tobing
Pemuda nyentrik dengan anting-anting di kedua kupingnya, topi yang tak lepas dari kepala, dan mengenakan kaus Aremania itulah ciri khasnya. Ia selalu semangat dalam membela klub berjuluk ‘Singo Edan’ itu.
Yuli mengawali kiprah sebagai Aremania sudah cukup lama, sejak kelas 5 SD. Ia selalu hadir di lapangan untuk mendukung klub kesayangannya waktu masih berkiprah di Galatama.
Yuli pun mengenang. Kendati tidak memiliki uang untuk membeli tiket, ia tetap berusaha menonton pertandingan secara langsung di Stadion Gajayana Kota Malang . Caranya, dengan ikut penonton dewasa yang bertiket agar bisa masuk di stadion. Menonton pertandingan sepak bola seperti itu dilakoninya hingga SMP.
Ketika usianya beranjak remaja, Yuli semakin berani dan bersemangat. Ia sering nekat meloncat truk agar sampai di kota tujuan tempat Arema berlaga. Dari sinilah, bersama kawan-kawannya yang nekat, kemudian muncul istilah ‘bondo nekat’ (bonek).
Laki-laki muda itu sudah menjadi suporter fanatik klub sepakbola Arema (Arek Malang). Yuli Sugianto adalah salah satu suporter paling populer di kalangan Aremania, sebutan bagi suporter Arema. Bersama suporter Persebaya (Persatuan Sepakbola Surabaya) yang disebut Bonek (bondho nekat/ modal nekat), Aremania terkenal sebagai suporter paling fanatik dalam sejarah sepakbola Indonesia.
Yuli berkisah sudah sejak anak-anak ia selalu berusaha melakukan apa saja demi menonton pertandingan Arema. Semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) misalnya, jika tak ingin terlambat datang ke stadion, ia harus membolos sekolah sore. Dan jika pertandingan berlangsung di luar kota, itu berarti ia harus siap sejak pagi, bersiap menunggu di pinggir jalan raya, dan siap melompat ke dalam bak truk atau mobil angkutan barang lain untuk menuju kota tujuan.
Sekarang Yuli adalah dirigen Aremania. Seorang dirigen, layaknya seorang konduktor dalam pertunjukan orkestra, adalah orang yang memimpin para suporter untuk menyanyi dan menari dalam sebuah pertandingan sepakbola. Seorang dirigen menentukan lagu mana yang harus dinyanyikan dan gerakan tubuh macam apa yang mesti dilakukan. Aremania punya dua dirigen. Selain Yuli juga ada Yosep, yang biasa dipanggil Kepet.
Di kalangan Aremania, dirigen dipilih dengan cara yang tidak terlalu rumit. Tidak ada pemungutan sura yang berlangsung dengan ketat. Seseorang dipilih menjadi dirigen karena penampilan fisiknya yang menarik (ceria, nyentrik, dll.), kemampuannya berkomunikasi dengan suporter lain, dan kemampuannya membangkitkan semangat suporter untuk terus memotivasi tim yang didukungnya. Oleh sejumlah suporter seorang dirigen ditunjuk dengan cara yang sulit dijelaskan, hampir kebetulan saja, sebelum sebuah pertandingan sepakbola dimainkan. Tetapi begitu seorang dirigen terpilih, jabatan itu akan disandangnya terus, tanpa batas waktu yang jelas, sampai ia mengundurkan diri atau kehilangan kemampuan untuk memimpin. Begitulah, tujuh tahun lalu dan Kepet terpilih begitu saja sebagai dirigen Aremania. Dan hanya kepada mereka berdualah 30 ribuan Aremania mau tunduk. “Mungkin saya dipilih karena berambut gondrong dan suka menari sambil memanjat pagar pembatas lapangan. Kalau Kepet mungkin karena ia punya banyak teman. Ia kan tinggal dekat stadion,” kata Yuli.

Pertandingan sepakbola biasanya dimulai jam 4 sore, tetapi para suporter sudah memadati stadion sejak 2 jam sebelumnya. Mereka memainkan genderang, terompet, menyanyi, menari dan menyulut kembang api dan petasan. Sebelum dirigen datang, atraksi-atraksi ini berlangsung sporadis, dalam kelompok-kelompok kecil, dan tidak kompak. Tetapi begitu mereka melihat kedatangan Yuli dan Kepet, secara otomatis semuanya akan bertepuk tangan dan bertempik-sorak seperti menyambut kedatangan presiden mereka. Yuli dan Kepet tersenyum, dan begitu mereka melambaikan tangan, ribuan suporter ini menjadi lebih tenang. Semua musik, lagu, dan tarian dihentikan. Yuli dan Kepet akan segera menaiki singgasana mereka, yaitu pagar besi pembatas lapangan setinggi 2 meter. Mereka mulai menjalankan tugasnya; sambil berdiri di atas pagar menghadap ke tribun penonton mereka menggerakkan tangan dan kaki, memiringkan dan memutar tubuhnya ke kiri, kanan, depan, dan belakang sebagai alat untuk memberi aba-aba. Ribuan penonton menjadi kompak dan memainkan musik, menyanyi, dan menari. Semuanya mengikuti aba-aba dan contoh gerakan yang dilakukan Yuli dan Kepet.
Sepuluh menit sebelum pertandingan dimulai, Yuli dan Kepet memberi aba-aba berhenti. Kalau mereka sudah menaikkan tangan kanan ke atas, itu artinya tarian akan berhenti dan para suporter akan segera menyanyikan lagu Padamu Negeri.[1] Para pemain memasuki lapangan, wasit meniup peluit, pertandingan segera dimulai, tarian dan lagu dimainkan kembali. Karena atraksi-atraksinya yang menarik, Arema pernah memenangi penghargaan suporter terbaik dari Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).
Satu-satunya kelompok suporter besar yang tetap tinggal “liar” adalah Aremania. Klub dan Pemda tidak memberi bantuan dana atau berkeinginan membuat organisasi formal untuk suporter. Para suporter tetap membuat kelompoknya sendiri dengan keinginan mereka sendiri, kelompok-kelompok ini mereka sebut dengan Korwil (Koordinator Wiyalah). Di Malang sekarang ini sekurang-kurangnya ada 125 Korwil Aremania. Tiap Korwil punya seorang ketua yang hanya bertugas mengumpulkan suporter di wilayahnya menjelang Arema bertanding. “Tidak perlu organisasi-organisasian. Kalau ada organisasi itu repot, nanti malah diatur-atur, disuruh begini, disuruh begitu, bayar ini, bayar itu. Apalagi kalau sampai dikait-kaitkan sama partai politik segala,” kata Ponidi—dikenal sebagai Tembel—Ketua Korwil Stasiun. Meski tiap Korwil punya ciri khas sendiri, yang ditandai dengan bendera, spanduk, seragam, dan dandanannya, komando di stadion tetap ada di tangan dirigen. Hanya Yuli dan Kepet yang mampu mengatur dan menenangkan merea. “Pengurus klub atau walikota sekalipun tidak akan bisa ada artinya bagi suporter. Dia tak akan mampu mengatur 30 ribu orang. Tapi begitu Yuli atau Kepet yang ngomong, ya semuanya manut,” jelas Tembel.
Yuli adalah pemuda dari keluarga miskin yang tinggal di sebuah kampung di bagian timur Malang. Sebelum menjadi dirigen Aremania, sejak lulus dari sebuah Madarasah Aliyah, Yuli bekerja sebagai pencuci mikrolet—angkutan umum dalam kota. Ia biasa bekerja dari jam 4 sore hingga jam 12 malam, dari pekerjaannya, dalam sehari Yuli bisa memeroleh 10 ribu hingga 15 ribu rupiah.
Sejak menjadi dirigen, Yuli praktis berhenti bekerja. Menurutnya pilihan ini adalah saran orangtuanya yang tak tahan melihat Yuli menghabiskan hampir semua waktunya untuk mengurusi sepakbola, sepakbola, dan sepakbola. Ia kini menggantungkan hidupnya pada orangtuanya. Bapaknya, Asip, bekerja sebagai tukang kayu panggilan. Semenntara ibunya, Juwariyah, mendapatkan uang dengan menjual makanan rumahan bikinannya ke warung-warung di sekitar kampungnya. Yuli mengatakan setiap hari mendapat uang saku antara 500 hingga 2000 rupiah dari bapak atau ibunya. “Yul, ini ada sedikit uang untuk beli rokok,” kata Yuli menirukan ibunya.
Dalam kiprahnya sebagai seorang dirigen, sempat membuat seorang insan perfilman untuk mengangkatnya dalam sebuah film, yaitu The Conductors, film dokumenter karya Andi Bachtiar Yusuf.
The Conductors berusaha untuk mengungkap sisi lain dari Addie MS (Twilite Orchestra), AG Sudibyo (Paduan Suara Mahasiswa UI) dan Yuli “Sumpil” (Aremania), menampilkan kiat dan semangat dari anak manusia yang sangat mencintai profesinya tersebut. Film yang telah diputar pada ajang Jakarta International Film Festival (JiFFest) 2007 lalu tersebut merupakan karya dokumenter kedua pria yang lebih akrab dipanggil “Ucup” setelah The Jak (2007). Dan setelah premiere di Jakarta, akan diputar di Bandung, Malang, Semarang, Yogyakarta, Jember, Purwokerto, Pusan (Korea Selatan).
“Cita-cita saya, pagar besi pembatas tribun dengan lapangan nanti tidak perlu ada lagi. Jadi kita menonton sepakbola dengan enak, tidak ada perkelahian, tidak ada suporter yang mengganggu pemain. Saya juga ingin semua golongan bisa bersatu di sini. Kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, Cina atau bukan Cina, pejabat atau orang biasa, Islam atau Kristen, di sini semuanya bisa sama,”
Jika Liga sedang berjalan—yang berarti setiap minggu hampir selalu saja ada pertandingan sepakbola—Yuli harus menyisihkan sedikit jatah uang rokoknya agar bisa membeli tikat dan masuk stadion. Tetapi kalau kondisi keuangan keluarganya yang benar-benar sulit, Yuli kadang terpaksa menjual asesoris-asesoris suporternya untuk bisa membeli tiket. Tak jarang ia harus merelakan kaus atau syal kesayangannya dengan harga 10 hingga 20 ribu rupiah. “Sebenarnya sedih juga, karena barang-barang itu punya nilai sejarah bagi saya. Tapi saya akan lebih sedih lagi kalau tidak bisa masuk ke stadion dan menjadi dirigen bagi teman-teman,” katanya. Kadang-kadang Yuli juga membantu menjual tiket pertandingan. Beberapa hari sebelum pertandingan Yuli akan mengambil tiket di Mess Arema. Untuk tiap tiket seharga 10 ribu rupiah bisa dijualnya ia mendapat bagian 10 persen atau seribu rupiah. Agar bisa nonton pertandingan sekurang-kurangnya Yuli harus bisa menjual 10 tiket.
Seperti kebanyakan pemuda kota yang tinggal di kampung padat dan miskin, Yuli gemar sepakbola dan sering terlibat tawuran (perkelahian massal) antarkampung. “Buat saya dulu tawuran adalah bagian dari sepakbola. Sepakbola nggak ada tawuran seperti sepakbola banci,” kata Yuli. Ia kemudian bercerita, beberapa tahun lalu—sebelum menjadi dirigen—bersama 30 temannya ia datang ke Jakarta untuk melihat Arema bertanding. Ia berangkat dari rumah dengan sudah menyiapkan sebilah pedang. “Waktu itu, ini perlengkapan standar,” katanya. Di Jakarta ia terlibat bentrokan dengan kelompok Bonek di depan Stasiun Pasar Senen. Mula-mula hanya saling melempar batu, tapi kemudian menjadi saling kejar, memukul dengan potongan kayu atau besi, bahkan hingga sabetan pedang. “Yang saya ingat, keesokan harinya saya baca di koran ternyata ada 3 orang Bonek yang mati. Sementara kami semua selamat,” katanya.
Yuli kini ingin melupakan masa lalunya. Di ruang tamu rumahnya yang sempit, ia memasang fotonya ketika bersalaman dengan Ketua PSSI Agum Gumelar. Di foto itu, Yuli—berambut gondrong dan berkaus Arema warna biru—tampak tersenyum bangga. Katanya, “Saya diundang di acara pembukaan Liga Indonesia dan dikirimi tiket pesawat untuk hadir mewakili suporter”.
Karena tak bekerja, sehari-hari Yuli menghabiskan waktunya dengan nongkrong sja. Saya ingat waktu bertemu dengannya pertama kali tiga tahun lalu, ia tengah nongkrong di Salon Cimenk yang terletak beberapa ratus meter saja dari rumahnya. Didik, pemilik salon ini, adalah teman Yuli sesama Aremania. Untuk urusan dandanan Yuli mengaku memang sering dibantu Didik. Sekali mencat rambut ia cuma akan membayar 10 atau 20 ribu. Tapi Yuli lebih sering tak membayar, karena ia memang jarang punya cukup uang. Suatu ketika karena merasa sungkan dan terlalu sering tidak membayar, sebelum berangkat ke stadion Yuli pernah mencat saja rambut gondrongnya dengan cat kayu, warna biru. Jelasnya, “Agar mudah membersihkannya, saya lumuri dulu rambut saya dengan minyak goreng, setelah itu baru saya cat. Saya ingin selalu bisa menarik perhatian di lapangan.”[ad#kumpulblogger]
Yuli punya cukup banyak koleksi asesoris Aremania. Yuli punya macam-macam kaus Arema, dari kaus seperti yang dipakai para pemain—warna biru putih—sampai kaus-kaus bergambar kepala singa, lambang Arema, yang memang punya julukan sebagai tim Singo Edan (singa gila). Kebanyakan kaus macam ini bertuliskan “Kera Ngalam” atau “Ongis Nade”. Keduanya adalah bahasa slang Malang yang berarti “Arek Malang” dan “Singo Edan”.
“Saya biasanya pakai kaus Arema, tapi bawahannya bisa ganti-ganti, yang penting warna dan modelnya menyolok mata. Seorang teman suporter pernah memberi saya pakaian Skotlandia,” kata Yuli . Sebentar kemudian ia mengeluarkan lagi beberapa pakaian, dari yang berbahan kulit sintetis hingga kain sarung dan kain perca. Hampir semua pakaian ini dirancang sendiri oleh Yuli. Biasanya ia mendapat ide model-model pakaian baru setelah menonton pertandingan sepakbola Liga Italia atau Inggris di televisi.
Saya membuka-buka koleksi foto Yuli. Ia memberikan penjelasan detil untuk tiap foto yang saya lihat. Ketika saya sampai pada sebuh foto yang memerlihatkan sepasang lelaki dan perempuan berbaju pengantin, sementara di sekelilingnya adalah laki-laki dan perempuan yang semuanya berkaos biru Arema, Yuli menjelaskan bahwa itu adalah acara pernikahan seorang Aremania. Ia malah menceritakan tentang seorang Aremania lain yang naik haji ke Mekkah dengan membawa syal dan bendera Arema.
Yuli Sumpil, atraksimu dan kiprahmu sebagai dirigen bagi Aremania kala Arema bertanding akan selalu dinanti. Dirimu sebagai dirigen bagai seorang conductor dalam orkestra Aremania, orkestra yang menampilkan nyanyian, atraksi dan tarian Aremania.
Yuli Sumpil, dari sekian nyanyian seluruh Aremania yang kau pimpin selama ini, kami masih sering mendengar nyanyian yang bernada Rasis. Kami juga berharap dengan kepemimpinanmu di atas tribun akan bisa membawa nyanyian yang lebih sering hanya untuk mendukung skuad Arema yang sedang berjuang, dan tidak lebih sering menyanyikan tentang tetangga sebelah, biarlah mereka tetap J*****k, karena biar kita tidak menyebut mereka J*****k, mereka tetap J*****k juga. Oyi kan?
Biodata:
Nama lengkap : Yuli Sugianto
Nama lapangan: Yuli Sumpil
Tempat, tanggal lahir: Malang, 14 Juli 1976
Pendidikan: MA (SMA) Al-Amin Blimbing, Kota Malang
Ayah: Asip
Ibu: Djuariyah
Saudara: Anak ketujuh dari sembilan bersaudara
Keterlibatan di sepak bola:
- Menjadi suporter sejak kelas 5 SD
- Menjadi Dirijen Aremania sejak 1998-1999
Penghargaan :
- Terbaik film dokumenter The Conductors
- Mengantarkan Aremania menjadi The Best Supporter Piala Indonesia 2006
Sumber : mediaindonesia.com, aremastore.com
Artikel terkait:
1. Lucky Acub Zaenal
2. Ovan Tobing
Langganan:
Postingan (Atom)